REPORTER : ADH/HMS
Museum Multatuli bila sudah selesai dibangun
nantinya diharap tidak hanya menjadi milik orang warga Lebak saja, tetapi juga
menjadi milik Indonesia bahkan dunia yang menjungjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan, sebagaimana semangat Eduard Douwes Dekker ketika menulis
roman Max Havelaar. Hal tersebut diungkapkan Bupati Lebak, Hj. Iti Octavia
Jayabaya, di acara Simposium Para Pembongkar Kejahatan, dari Multatuli sampai Sukarno
Di Museum Nasional, Jakarta Pusat, Sabtu, 17 September 2016.
Menurut Bupati Lebak, pembangunan museum
tersebut sama sekali bukan untuk mengkultuskan dan mengagung-agungkan tokoh
Belanda yang bisa disebut Multatuli, tetapi merupakan salah satu ikhitar untuk
memperkenalkan sejarah kepada generasi muda.
“Untuk memperkenalkan sejarah kepada generasi
muda, bukan hanya kisah tentang Multatuli, tetapi juga tentang sistem kolonial
yang bekerja selama berabad-abad di negara kita ini. Sebagai reaksi dari
praktik tersebut, juga akan ditampilkan bagaimana rakyat Indonesia dalam hal
ini Banten khususnya rakyat Lebak, melawan dominasi Kolonial Belanda.” Kata Iti
Octavia, Sabtu,17 September 2016.
Kepala Bagian humas dan Komunikasi Setda Lebak,
Eka Prasetiawan menjelaskan bahwa Museum Multatuli menjadi penting agar
generasi muda belajar sejarah, baik sejarah negerinya maupun sejarah kampung
halamannya sendiri. “Ketika kita semua memahami sejarah, semestinya
pula kita bisa memahami apa tugas kita yang hidup dihari ini untuk merancang
hari depan yang lebih baik” Ujar Eka.
Menurutnya, Museum Multatuli siap menerima seluruh
koleksi-koleksi yang ada di rumah kelahiran Tokoh Belanda yang pernah menjadi
Assisten Residence Kabupaten Lebak tesebut.
Eka juga menjelaskan dalam konsep penataan
ruang yang terintegrasi dengan pemerintahan, alun-alun Rangkasbitung,
perpustakaan dan museum ini dalam prespektif Lebak dimasa depan, akan memiliki
fungsi strategis, diantaranya menjadi ikon Lebak bagi Indoneisa bahkan
Internasional. Selain itu bisa menjadi pusat literasi dan informasi sejarah
lebak, tempat pelestarian koleksi sejarah dan bisa menjadi alternative
destinasi wisata.
Sementara Penyelenggara simposium yang
juga merupakan sejarawan muda asal Banten, Bonnie Triana, mengatakan, roman
yang ditulis Eduard Dowes Dekker yang tinggal di Lebak selama 3 bulan
diawal tahun 1856 mampu membangkitkan nasionalisme bangsa, bahkan banyak tokoh
yang terinspirasi oleh roman ini.
“Kegiatan Simposium ini sengaja digelar, yang salah satu tujuannya untuk menyambut
pembangunan Museum Multatuli yang kini sedang berjalan di Rangkasbitung , Lebak,
dimana Edward Douwes Dekker pernah bertugas” Kata Bonnie. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar