Minggu, 18 September 2016

Dari Museum Multatuli Generasi Muda Bisa Belajar Sejarah






REPORTER : ADH/HMS

Museum Multatuli bila sudah selesai dibangun nantinya diharap tidak hanya menjadi milik orang warga Lebak saja, tetapi juga menjadi milik Indonesia bahkan dunia yang menjungjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, sebagaimana semangat Eduard Douwes Dekker  ketika menulis roman Max Havelaar. Hal tersebut diungkapkan Bupati Lebak, Hj. Iti Octavia Jayabaya, di acara Simposium Para Pembongkar Kejahatan, dari Multatuli sampai Sukarno Di Museum Nasional, Jakarta Pusat, Sabtu, 17 September 2016. 

Menurut Bupati Lebak, pembangunan museum tersebut sama sekali bukan untuk mengkultuskan dan mengagung-agungkan tokoh Belanda yang bisa disebut Multatuli, tetapi merupakan salah satu ikhitar untuk memperkenalkan sejarah kepada generasi muda. 

“Untuk memperkenalkan sejarah kepada generasi muda, bukan hanya kisah tentang Multatuli, tetapi juga tentang sistem kolonial yang bekerja selama berabad-abad di negara kita ini. Sebagai reaksi dari praktik tersebut, juga akan ditampilkan bagaimana rakyat Indonesia dalam hal ini Banten khususnya rakyat Lebak, melawan dominasi Kolonial Belanda.” Kata Iti Octavia, Sabtu,17 September 2016.

Kepala Bagian humas dan Komunikasi Setda Lebak, Eka Prasetiawan menjelaskan bahwa Museum Multatuli menjadi penting agar generasi muda belajar sejarah, baik sejarah negerinya maupun sejarah kampung halamannya sendiri.  “Ketika kita semua memahami sejarah, semestinya pula kita bisa memahami apa tugas kita yang hidup dihari ini untuk merancang hari depan yang lebih baik” Ujar Eka. 

Menurutnya, Museum Multatuli siap menerima seluruh koleksi-koleksi yang ada di rumah kelahiran Tokoh Belanda yang pernah menjadi Assisten Residence Kabupaten Lebak tesebut.
Eka juga menjelaskan dalam konsep penataan ruang yang terintegrasi dengan pemerintahan, alun-alun Rangkasbitung, perpustakaan dan museum ini dalam prespektif Lebak dimasa depan, akan memiliki fungsi strategis, diantaranya menjadi ikon Lebak bagi Indoneisa bahkan Internasional. Selain itu bisa menjadi pusat literasi dan informasi sejarah lebak, tempat pelestarian koleksi sejarah dan bisa menjadi alternative destinasi wisata. 

Sementara Penyelenggara simposium yang juga merupakan sejarawan muda asal Banten, Bonnie Triana, mengatakan, roman yang ditulis Eduard Dowes Dekker yang tinggal di Lebak selama 3 bulan  diawal tahun 1856 mampu membangkitkan nasionalisme bangsa, bahkan banyak tokoh yang terinspirasi oleh roman ini.

“Kegiatan Simposium ini sengaja digelar,  yang salah satu tujuannya untuk menyambut pembangunan Museum Multatuli yang kini sedang berjalan di Rangkasbitung , Lebak, dimana Edward Douwes Dekker pernah bertugas” Kata Bonnie. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar