Embun
Karya : Trisula Handayani
Sudah
seminggu Emak sakit. Aku bingung tak
tahu mesti gimana. Jangankan untuk membawa Emak ke dokter untuk membeli obat
warung saja aku kesulitan.
’’Embun..kenapa
menangis..?” Tanya Emak.
‘’Emak,
maafin Embun ya…Embun gak bisa bawa Emak ke dokter.’’ Jawabku sambil menangis.
‘’Embun
tenang aja ya, Emak gak apa–apa ko, cuma masuk angin biasa…’’ Tutur Emak
menenangkanku. Emak memelukku penuh
kasih, aku menangis sejadinya.
Sejak
kepergian bapak tiga tahun lalu, aku hanya tinggal bersama Emak. Bapak dan Emak
hanya memiliki aku, anak semata wayangnya. Hidup kami sangat jauh dari cukup,
terpaksa Emak bekerja menjadi pembantu rumah tangga dirumah pak lurah demi
membiayai sekolahku. Aku kini duduk dibangku SMK.
Pagi ini aku melihat Emak sudah agak
baikan.
”Ma..Embun
sekolah dulu ya. Emak hati-hati dirumah, jangan kerja apa-apa, buburnya udah
Embun siapkan buat sarapan dan buat siang.’’
Aku
berusaha menjaga Emak semampuku.
‘’Iya
Embun…jangan khawatir. Emak udah sehat kok, kamu juga hati–hati di jalan.
Hati-hati di sekolah, belajar yang bener jangan main-main dan perhatikan apa
yang diterangkan guru.” Emak menasehatiku.
Setelah
berpamitan aku bergegas ke sekolah, meski hatiku berat banget meninggalkan
Emak.
‘’Hai
Embun..’’ Kali ini sapaan demi sapaan aku balas dengan senyuman saja hatiku
masih saja mengingat Emak yang kutinggalkan di rumah.
’’Ya
Allah,jagalah Emak.’’ Gumamku.
Alhamdulillah aku bisa bersekolah di
SMK yang ku inginkan. Meski Emak banting tulang membiayai sekolahku.
’’Embun…hari
ini kita main kerumah Rena ya…biasa ngeliwet sambil ngerumpi..’’ Ajak Lia.
‘’Aduh
maaf Lia, kayaknya aku gak bisa ikut, soalnya Emak lagi sakit udah seminggu
Emak sakit..maaf ya lain kali jika Emak sudah sembuh pasti aku ikut kalian.’’ Jawabku.
‘’
Haaaah ! Emak sakit ko kamu gak bilang –bilang ke kita…?’’ Kulihat mulut Lia
agak monyong hehe..
‘’Gak
apa-apa takut mengganggu konsentrasi kalian, takut kalian galau..’’Candaku.
Lia,
Rena, Miki dan aku adalah teman akrab. Biasanya kami selalu kemana– mana
berempat. Meskipun mereka anak-anak orang kaya, tapi mereka tak pernah
merendahkan keadaanku. Kami saling menyayangi, saling menjaga satu sama lain. Saat
sopir pribadi mereka menjemput mereka malah ikut aku naik angkot dan jalan
kaki…indahnya kebersamaan.
’’Embun..kamu disuruh keruang guru
sama bu Ratih.’’ Kata Ketua kelas ku Faiz menyampaikan pesan dari bu guru..
’’Oh
iya, makasih ya aku segera kesana.’’ Jawabku.
Ada
apa ya? gak biasanya bu Ratih, guru
kelas manajemen memanggilku. Bergegas aku ke ruang guru dan langsung menghadap
bu Ratih.
‘’Ibu
memanggil saya? ada yang bisa saya bantu bu..?’’ Tanyaku sambil deg-degan.
‘’Siapa
tadi yang nyuruh kamu kesini? Faiz ya…beuhhh Faiz semangat bener kalo disuruh
manggil kamu..’’ Canda bu Ratih.
‘’Ih
ibu ada apa sih…lagian ibu kaya gak ada orang lain aja.’’ Balasku. Memang
selama ini setiap guru yang mau nyuruh atau minta bantuanku selalu nyuruh Faiz.
‘’Dasar
nyunyun keras kepala sampe kapan sih aku kamu telantarin begini..’’ Rajuknya.
‘’Sampai
ijazah kuterima..’’ Candaku
‘’Bener…pulang
sendiri..?’’
Aku
mengangguk.
‘’Ya
udah kamu juga hati hati ya..i love u ..i
miss u.’’ Candanya sambil lihat kanan kiri dan menutup helmnya.
‘’Miss
u to..’’ Jawabku. Hehhe…ketahuan deh.
Dengan tas gendong kesayanganku yang
cuma punya satu, karena sejak kelas satu dan setia jadi pendampingku. Aku
bergegas naik angkot berhenti di pos ojek dan meneruskan berjalan kaki melalui pematang
sawah. Dari jauh ku dengar suara Adzan dzuhur berkumandang. Sejenak aku berdiri
memandang langit yang cerah nan indah. Subhannallah…
Berjalan
menyusuri pematang sawah sambil
dimanjakan hamparan hijau padi yang sedang berbuah. Air yang mengalir
disela-sela pematang, hembusan angin sepoi-sepoi…
Akh…
andai aku punya HP bagus seperti Lia,Miki,Rena..aku pasti udah selfi dan
berbagi…sambil bilang haaaayyyy..asik juga berimajinasi sendiri. Hehehe
Aku
juga memimpikan punya sebuah laptop agar
bisa mengerjakan tugas seperti mereka dirumah. Selama ini aku hanya bisa
menunggu bantuan ketiga temanku itu. Terkadang aku malu, tapi mereka baik hati
padaku. Sebagai gantinya aku yang membantu mengajari mereka mengerjakan tugas
sekolah.
Haaaahhh…mengapa mereka ada
disini…hampir beberapa meter lagi aku sampai dirumahku kulihat ketiga sahabatku
dan Faiz sedang duduk-duduk bersama Emak di amben. Kulihat mereka sedang
bersenda gurau. Aku senang bisa melihat Emak tertawa.
‘’Hayyyyyy….surprise..’’
Ucap mereka kompak. Aku tersenyum setelah mengucap salam dan menyalami Emak.
’’Kalian
curang..kenapa gak bilang mau kesini, kan bisa bareng.’’
‘’Namanya
bukan surprise nyunyun…sayang…’’ Jawab Faiz. Ih berani nih anak manggil aku dengan
panggilan sayang, padahal siapapun belum ada yang tahu kecuali yang baca ni
cerpen hahayyyy..
‘’Iya
Embun, tadi setelah tahu kalo Emak sakit kami langsung sepakat untuk nengok
Emak…terus ketemu Faiz dijalan, lah..cowoknya udah pada pulang tinggal dia
doang ya udah aku ajak aja…eh dienya gak nolak lagi ya sudah…’’ Terang Rena.
‘’Oh
seperti itu…makasih ya.’’ Jawabku.
‘’Emakmu,
emak kami juga..sakitmu sakit kita semua kecuali dia…’’ Tunjuk Miki kearah Fais
yang dibalas tawa semuanya.
Rupanya
dibantu sama mereka, Emak menyiapkan nasi liwet dan sayur asem serta panggang
ikan asin kesukaan kami.
Saat canda dan tawa hadir, aku merasa
memiliki segalanya. Tapi jika sendiri datang, jiwaku hampa. Bapak…aku rindu
belaianmu. Aku rindu canda kita dulu. Kirimkan Do’a untuk Embun ya…
Malam
ini aku begitu merindukan bapak. Sehabis sholat isya dan mengaji bersama Emak
aku duduk di amben menikmati dinginnya udara malam. Kebetulan malam ini bulan
purnama indah sekali.’’
“Dingin
Embun..’’ Kata Emak sambil menyodorkan selimut.
‘’Makasih
ma…tapinya adem.’’ Jawabku
‘’Embun..maafin
Emak ya.. gak bisa bahagiakan kamu seperti teman-temanmu tadi. Percayalah nak, Emak akan selalu
berdo’a buat kamu dan masa depanmu, juga buat kebahagiaanmu. Semoga Allah selalu
menjaga kita dan mengabulkan do’a Emak buatmu..Amin.’’ Emak bertutur sambil
mengelus-elus rambutku. Nyaman banget tidur dipangkuan Emak.
Airmataku
tak dapat terbendung, kupeluk Emak dan kulihat Emak pun menangis. Inilah
kebiasaan kami jika sedang berdua memandang purnama. Aku tahu betul beban berat
yang Emak pikul untuk menghidupi dan menyekolahkan aku.
’’Terima
kasih Emak…Embun sayang sama Emak. Embun
janji akan selalu menjaga amanah Emak’’ Ucapku
lirih sambil memeluk Emak.
‘’Masuk yu sudah malam..besok kita
kerumah bu Lurah..Emak mau gajian katanya kamu mau beli tas baru..’’ Emak
mengingatkanku akan sesuatu.
’’Ya
Allah ma…Embun lupa sesuatu..ayo ma kita masuk Embun punya sesuatu buat Emak.’’
Kami
bergegas masuk dan mengunci pintu. Emak menurut saja saat ku ajak kekamar.
‘’Ini
ma aku dapat rejeki..’’ Kuserahkan amplop kepada Emak.
‘’Embun
ini dari mana? Dari siapa…kamu gak minjem kan? Ini untuk apa..?’’ Tanya Emak kaget.
‘’Tenang
ma…Alhamdulillah itu rejeki aku, tadi Embun dikasih kerjaan sama bu Ratih dan
ini adalah uang jajannya..kerjaannya udah beres ko tadi pas pulang temen-temen
langsung Embun kerjain jadi uang itu halal…besok kita ke dokter berobat Emak’’ Jawabku.
Emak
memelukku. Kami berpelukan Emak kembali menangis. Apalagi aku. Bagiku pelukan
Emak adalah semangat hidup yang tiada duanya.
‘’Teman-temanmu
tadi udah maksa bawa Emak berobat ke klinik. Nak Faiz sendiri yang bayarin obat
Emak. Beruntung kamu punya teman-teman yang baik seperti mereka.’’ Ucapan Emak
yang terakhir membuatku begitu sedih dan berdebar. Mereka begitu perhatian
padaku. Faiz..ya anak ini selalu membuatku kaget dengan sikapnya, spontan, jujur
tapi keras kepala, cerdas pula.
Aku
tak ingin melepaskan pelukan Emak. Seperti biasa Emak selalu melantunkan
ayat-ayat pendek Al-Qur’an ditelingaku meniupkan pada ubun –ubun dan telinga
kanan kiriku sejak kecil.
‘’Kamu
mencintai Faiz nak..?’’ Tanya Emak.
“Iya..’’
Jawabku singkat.
‘’Jagalah
itu..” Pesan Emak.
Aku
Cuma menganggukan kepala dipundak Emak. Sebisaku akan kujaga karena entahlah
aku merasa akan kehilangan Faiz setelah waktunya tiba..dan yang kutahu Miki
juga mendambakan rasa yang sama dari Faiz.
Tak henti –hentinya aku bersyukur
atas nikmat yang diberikan Allah SWT padaku. Emak dan teman-temankku adalah
anugerah terindah buatku. Aku selalu berdo’a semoga Allah berkenan membalas
semua kebaikan mereka. Aku juga akan selalu berdo’a agar aku dan Emak akan
selalu bersama. Amin.
Pagi ini aku dan Emak berjalan
beriringan dari rumah melalui pematang sawah.
Aku selalu memegang tangan Emak. Alhamdulillah Emak sudah sehat kembali
dan Emak ingin meneruskan pekerjaannya dirumah bu Lurah.
‘’Hati-hati
dijalan ya nak..’’ Emak selalu berpesan padaku.
‘’Iya
ma..Emak juga hati hati dirumah bu Lurah awas kepeleset dan jangan kerja yang
berat berat dulu. Do’ain Embun ya hari ini Embun ada ulangan ma..’’
Sambil
mencium tangan dan kedua pipi Emak.
‘’Iya
Embun …Emak selalu berdo’a buat kamu..kita berpisah disini ya.’’
Kami
berpelukan. Emak menungguku sampai ada angkot. Sedangkan Emak hanya tinggal
beberapa langkah dari pos ojek diperapatan untuk kerumah bu Lurah. Kupandangi
Emak sampai angkot membawaku jauh dari Emak menuju sekolah.
Hari ini ada ulangan dijam pertama.
Tiba–tiba terdengar suara aneh ditasku. Sepertinya lagu Kasih Ibu. Aku
celangak-celinguk mencari sumber suara. Dan aku yakin itu dari dalam tasku. Tiba-tiba
suara itu hilang. Kubuka tasku dan kudapati sebungkus kado warna pink
kesukaanku. Kutengok kanan kiri kelas masih sepi.
Aku
memberanikan diri karena diatas kado tertulis ‘’Untuk Anakku EMBUN DAHYANI’’ dari
Emak. Kubuka perlahan sebuah HP..Ya Allah betapa Emak begitu memikirkan soal HP
sampai-sampai uang gajinya bulan ini dia belikan HP untukku. Kubuka selembar
surat yang terselip didalamnya.
‘’Anakku
Embun. Selamat Ulang Tahun Ke-17 ya..sweet seventeen kalo kata orang mah
hehehee…semoga panjang umur, selalu sehat, tambah pintar dan cerdas dan selalu
jadi anak kebanggaan Emak..maaf Emak gak bisa membelikanmu HP yang mahal hanya
ini yang Emak bisa belikan buat kamu…Embun jangan takut nanti dirumah Emak
ajarin smsan ya sama bbman hehe…Emak juga punya lho satu…dengan begitu Embun
bisa kasih tahu Emak kalo ada apa-apa…sun sayang Emak…Happy Birthday My angel’’
Sebait
puisi tertulis rapi
EMBUN
17
tahun yang lalu
Saat
kau lahir kedunia
Kutahu
kaulah harapan kami
Hingga
saat Bapakmu tiada mendahului kita
Aku
masih selalu yakin kaulah harapanku
Kaulah
masa depanku
Kaulah
kebanggaanku
17
tahun yang lalu
Kau
adalah bocah kecilku
Kini…kau
adalah bidadariku
Pengisi
separuh jiwaku
Sampai
suatu hari maut kan memisahkan kita
Embun…jadilah
anak yang berguna bagi Agama, Nusa dan Bangsamu..
Terutama
untukku nak..Emakk mu
Selamat
hari jadimu..
Jadilah
pribadi yang punya nurani
seperti
Embun dipagi hari
Bulirnya
lembut, dingin menyejukan hati
Menusuk
sampai ke sanubari..
Embunku
adalah harapanku..
Tetes demi tetes airmata jatuh
membasahi surat yang dibuat Emak untukku. Aku ingin hari ini cepat pulang ingin
kupeluk Emak dan menangis dipangkuannya sejadi jadinya.
Satu-satu
kulihat anak-anak kelas lain mulai berdatangan.
Segera
aku masukan kado dan tasku kekolong meja dan..hahhhh apalagi ini? Tanganku tiba
tiba memegang bungkusan dikolong meja. Meski agak takut aku segera mengambilnya.
Sebuah kado lagi! Agak empuk saat kupegang-pegang. Rasa ingin tahu memaksaku membuka
bungkusan itu.
“Ohh sweeeeettttt…”
Ada
sebuah boneka Hello Kity warna pink bertuliskan I LOVE U didadanya. Selembar
kertas kecil menempel disana.
’’Buat
Embunku..selamat ulang tahun ke 17..i love u nyunnyun..’’ (Faiz)
“Aku
hanya punya airmata untuk membalasnya. Andai saja Faiz ada disini.” Kataku
dalam hati.
Tengah
asik membuka dan membaca kado itu, tiba-tiba Faiz masuk kelas tersenyum padaku.
”Terima
kasih’’ Ucapku singkat dan langsung menunduk.
Saat
akhirnya kelas ramai oleh semua murid, dan ulangan pun dimulai….teng. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar