Senin, 08 Agustus 2016

Embun Karya : Trisula Handayani



Embun
Karya : Trisula Handayani
WP_20150716_007.jpg

Sudah seminggu  Emak sakit. Aku bingung tak tahu mesti gimana. Jangankan untuk membawa Emak ke dokter untuk membeli obat warung saja aku kesulitan.
’’Embun..kenapa menangis..?” Tanya Emak.
‘’Emak, maafin Embun ya…Embun gak bisa bawa Emak ke dokter.’’ Jawabku sambil menangis.
‘’Embun tenang aja ya, Emak gak apa–apa ko, cuma masuk angin biasa…’’ Tutur Emak menenangkanku.  Emak memelukku penuh kasih, aku menangis sejadinya.
            Sejak kepergian bapak tiga tahun lalu, aku hanya tinggal bersama Emak. Bapak dan Emak hanya memiliki aku, anak semata wayangnya. Hidup kami sangat jauh dari cukup, terpaksa Emak bekerja menjadi pembantu rumah tangga dirumah pak lurah demi membiayai sekolahku. Aku kini duduk dibangku SMK.
            Pagi ini aku melihat Emak sudah agak baikan.
”Ma..Embun sekolah dulu ya. Emak hati-hati dirumah, jangan kerja apa-apa, buburnya udah Embun siapkan buat sarapan dan buat siang.’’
Aku berusaha menjaga Emak semampuku.
‘’Iya Embun…jangan khawatir. Emak udah sehat kok, kamu juga hati–hati di jalan. Hati-hati di sekolah, belajar yang bener jangan main-main dan perhatikan apa yang diterangkan guru.” Emak menasehatiku.
Setelah berpamitan aku bergegas ke sekolah, meski hatiku berat banget meninggalkan Emak.
‘’Hai Embun..’’ Kali ini sapaan demi sapaan aku balas dengan senyuman saja hatiku masih saja mengingat Emak yang kutinggalkan di rumah.
’’Ya Allah,jagalah Emak.’’ Gumamku.
            Alhamdulillah aku bisa bersekolah di SMK yang ku inginkan. Meski Emak banting tulang membiayai sekolahku.
’’Embun…hari ini kita main kerumah Rena ya…biasa ngeliwet sambil ngerumpi..’’ Ajak Lia.
‘’Aduh maaf Lia, kayaknya aku gak bisa ikut, soalnya Emak lagi sakit udah seminggu Emak sakit..maaf ya lain kali jika Emak sudah sembuh pasti  aku ikut kalian.’’  Jawabku.
‘’ Haaaah ! Emak sakit ko kamu gak bilang –bilang ke kita…?’’ Kulihat mulut Lia agak monyong hehe..
‘’Gak apa-apa takut mengganggu konsentrasi kalian, takut kalian galau..’’Candaku.
Lia, Rena, Miki dan aku adalah teman akrab. Biasanya kami selalu kemana– mana berempat. Meskipun mereka anak-anak orang kaya, tapi mereka tak pernah merendahkan keadaanku. Kami saling menyayangi, saling menjaga satu sama lain. Saat sopir pribadi mereka menjemput mereka malah ikut aku naik angkot dan jalan kaki…indahnya kebersamaan.
            ’’Embun..kamu disuruh keruang guru sama bu Ratih.’’ Kata Ketua kelas ku Faiz menyampaikan pesan dari bu guru..
’’Oh iya, makasih ya aku segera kesana.’’ Jawabku.
Ada apa ya? gak biasanya bu Ratih,  guru kelas manajemen memanggilku. Bergegas aku ke ruang guru dan langsung menghadap bu Ratih.
‘’Ibu memanggil saya? ada yang bisa saya bantu bu..?’’ Tanyaku sambil deg-degan.
‘’Siapa tadi yang nyuruh kamu kesini? Faiz ya…beuhhh Faiz semangat bener kalo disuruh manggil kamu..’’ Canda bu Ratih.
‘’Ih ibu ada apa sih…lagian ibu kaya gak ada orang lain aja.’’ Balasku. Memang selama ini setiap guru yang mau nyuruh atau minta bantuanku selalu nyuruh Faiz.
‘’Dasar nyunyun keras kepala sampe kapan sih aku kamu telantarin begini..’’ Rajuknya.
‘’Sampai ijazah kuterima..’’ Candaku
‘’Bener…pulang sendiri..?’’
Aku mengangguk.
‘’Ya udah kamu juga hati hati ya..i love u ..i  miss u.’’ Candanya sambil lihat kanan kiri dan menutup helmnya.
‘’Miss u to..’’ Jawabku. Hehhe…ketahuan deh.
            Dengan tas gendong kesayanganku yang cuma punya satu, karena sejak kelas satu dan setia jadi pendampingku. Aku bergegas naik angkot berhenti di pos ojek dan meneruskan berjalan kaki melalui pematang sawah. Dari jauh ku dengar suara Adzan dzuhur berkumandang. Sejenak aku berdiri memandang  langit yang cerah nan indah. Subhannallah…
Berjalan menyusuri pematang sawah  sambil dimanjakan hamparan hijau padi yang sedang berbuah. Air yang mengalir disela-sela pematang, hembusan angin sepoi-sepoi…
Akh… andai aku punya HP bagus seperti Lia,Miki,Rena..aku pasti udah selfi dan berbagi…sambil bilang haaaayyyy..asik juga berimajinasi sendiri. Hehehe
Aku  juga memimpikan punya sebuah laptop agar bisa mengerjakan tugas seperti mereka dirumah. Selama ini aku hanya bisa menunggu bantuan ketiga temanku itu. Terkadang aku malu, tapi mereka baik hati padaku. Sebagai gantinya aku yang membantu mengajari mereka mengerjakan tugas sekolah.
            Haaaahhh…mengapa mereka ada disini…hampir beberapa meter lagi aku sampai dirumahku kulihat ketiga sahabatku dan Faiz sedang duduk-duduk bersama Emak di amben. Kulihat mereka sedang bersenda gurau. Aku senang bisa melihat Emak tertawa.
‘’Hayyyyyy….surprise..’’ Ucap mereka kompak. Aku tersenyum setelah mengucap salam dan menyalami Emak.
’’Kalian curang..kenapa gak bilang mau kesini, kan bisa bareng.’’
‘’Namanya bukan surprise nyunyun…sayang…’’ Jawab Faiz.  Ih berani nih anak manggil aku dengan panggilan sayang, padahal siapapun belum ada yang tahu kecuali yang baca ni cerpen hahayyyy..
‘’Iya Embun, tadi setelah tahu kalo Emak sakit kami langsung sepakat untuk nengok Emak…terus ketemu Faiz dijalan, lah..cowoknya udah pada pulang tinggal dia doang ya udah aku ajak aja…eh dienya gak nolak lagi ya sudah…’’ Terang Rena.
‘’Oh seperti itu…makasih ya.’’ Jawabku.
‘’Emakmu, emak kami juga..sakitmu sakit kita semua kecuali dia…’’ Tunjuk Miki kearah Fais yang dibalas tawa semuanya.
Rupanya dibantu sama mereka, Emak menyiapkan nasi liwet dan sayur asem serta panggang ikan asin kesukaan kami.
            Saat canda dan tawa hadir, aku merasa memiliki segalanya. Tapi jika sendiri datang, jiwaku hampa. Bapak…aku rindu belaianmu. Aku rindu canda kita dulu. Kirimkan Do’a untuk Embun ya…
Malam ini aku begitu merindukan bapak. Sehabis sholat isya dan mengaji bersama Emak aku duduk di amben menikmati dinginnya udara malam. Kebetulan malam ini bulan purnama indah sekali.’’
“Dingin Embun..’’ Kata Emak sambil menyodorkan selimut.
‘’Makasih ma…tapinya adem.’’ Jawabku
‘’Embun..maafin Emak ya.. gak bisa bahagiakan kamu seperti teman-temanmu  tadi. Percayalah nak, Emak akan selalu berdo’a buat kamu dan masa depanmu, juga buat kebahagiaanmu. Semoga Allah selalu menjaga kita dan mengabulkan do’a Emak buatmu..Amin.’’ Emak bertutur sambil mengelus-elus rambutku. Nyaman banget tidur dipangkuan Emak.
Airmataku tak dapat terbendung, kupeluk Emak dan kulihat Emak pun menangis. Inilah kebiasaan kami jika sedang berdua memandang purnama. Aku tahu betul beban berat yang Emak pikul untuk menghidupi dan menyekolahkan aku.
’’Terima kasih Emak…Embun sayang sama Emak. Embun
janji  akan selalu menjaga amanah Emak’’ Ucapku lirih sambil memeluk Emak.
            ‘’Masuk yu sudah malam..besok kita kerumah bu Lurah..Emak mau gajian katanya kamu mau beli tas baru..’’ Emak mengingatkanku akan sesuatu.
’’Ya Allah ma…Embun lupa sesuatu..ayo ma kita masuk Embun punya sesuatu buat Emak.’’
Kami bergegas masuk dan mengunci pintu. Emak menurut saja saat ku ajak kekamar.
‘’Ini ma aku dapat rejeki..’’ Kuserahkan amplop kepada Emak.
‘’Embun ini dari mana? Dari siapa…kamu gak minjem kan? Ini untuk apa..?’’  Tanya Emak kaget.
‘’Tenang ma…Alhamdulillah itu rejeki aku, tadi Embun dikasih kerjaan sama bu Ratih dan ini adalah uang jajannya..kerjaannya udah beres ko tadi pas pulang temen-temen langsung Embun kerjain jadi uang itu halal…besok kita ke dokter berobat Emak’’   Jawabku.
Emak memelukku. Kami berpelukan Emak kembali menangis. Apalagi aku. Bagiku pelukan Emak adalah semangat hidup yang tiada duanya.
‘’Teman-temanmu tadi udah maksa bawa Emak berobat ke klinik. Nak Faiz sendiri yang bayarin obat Emak. Beruntung kamu punya teman-teman yang baik seperti mereka.’’ Ucapan Emak yang terakhir membuatku begitu sedih dan berdebar. Mereka begitu perhatian padaku. Faiz..ya anak ini selalu membuatku kaget dengan sikapnya, spontan, jujur tapi keras kepala, cerdas pula.
            Aku  tak ingin melepaskan pelukan Emak. Seperti biasa Emak selalu melantunkan ayat-ayat pendek Al-Qur’an ditelingaku meniupkan pada ubun –ubun dan telinga kanan kiriku sejak kecil.
‘’Kamu mencintai Faiz nak..?’’ Tanya Emak.
“Iya..’’ Jawabku singkat.
‘’Jagalah itu..” Pesan Emak.
Aku Cuma menganggukan kepala dipundak Emak. Sebisaku akan kujaga karena entahlah aku merasa akan kehilangan Faiz setelah waktunya tiba..dan yang kutahu Miki juga mendambakan rasa yang sama dari Faiz.
            Tak henti –hentinya aku bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah SWT padaku. Emak dan teman-temankku adalah anugerah terindah buatku. Aku selalu berdo’a semoga Allah berkenan membalas semua kebaikan mereka. Aku juga akan selalu berdo’a agar aku dan Emak akan selalu bersama. Amin.
            Pagi ini aku dan Emak berjalan beriringan dari rumah melalui pematang sawah.  Aku selalu memegang tangan Emak. Alhamdulillah Emak sudah sehat kembali dan Emak ingin meneruskan pekerjaannya dirumah bu Lurah.
‘’Hati-hati dijalan ya nak..’’ Emak selalu berpesan padaku.
‘’Iya ma..Emak juga hati hati dirumah bu Lurah awas kepeleset dan jangan kerja yang berat berat dulu. Do’ain Embun ya hari ini Embun ada ulangan ma..’’
Sambil mencium tangan dan kedua pipi Emak.
‘’Iya Embun …Emak selalu berdo’a buat kamu..kita berpisah disini ya.’’
Kami berpelukan. Emak menungguku sampai ada angkot. Sedangkan Emak hanya tinggal beberapa langkah dari pos ojek diperapatan untuk kerumah bu Lurah. Kupandangi Emak sampai angkot membawaku jauh dari Emak menuju sekolah.
            Hari ini ada ulangan dijam pertama. Tiba–tiba terdengar suara aneh ditasku. Sepertinya lagu Kasih Ibu. Aku celangak-celinguk mencari sumber suara. Dan aku yakin itu dari dalam tasku. Tiba-tiba suara itu hilang. Kubuka tasku dan kudapati sebungkus kado warna pink kesukaanku. Kutengok kanan kiri kelas masih sepi.
Aku memberanikan diri karena diatas kado tertulis ‘’Untuk Anakku EMBUN DAHYANI’’ dari Emak. Kubuka perlahan sebuah HP..Ya Allah betapa Emak begitu memikirkan soal HP sampai-sampai uang gajinya bulan ini dia belikan HP untukku. Kubuka selembar surat yang terselip didalamnya.
‘’Anakku Embun. Selamat Ulang Tahun Ke-17 ya..sweet seventeen kalo kata orang mah hehehee…semoga panjang umur, selalu sehat, tambah pintar dan cerdas dan selalu jadi anak kebanggaan Emak..maaf Emak gak bisa membelikanmu HP yang mahal hanya ini yang Emak bisa belikan buat kamu…Embun jangan takut nanti dirumah Emak ajarin smsan ya sama bbman hehe…Emak juga punya lho satu…dengan begitu Embun bisa kasih tahu Emak kalo ada apa-apa…sun sayang Emak…Happy Birthday My angel’’
Sebait puisi tertulis rapi
EMBUN
17 tahun yang lalu
Saat kau lahir kedunia
Kutahu kaulah harapan kami
Hingga saat Bapakmu tiada mendahului kita
Aku masih selalu yakin kaulah harapanku
Kaulah masa depanku
Kaulah kebanggaanku
17 tahun yang lalu
Kau adalah bocah kecilku
Kini…kau adalah bidadariku
Pengisi separuh jiwaku
Sampai suatu hari maut kan memisahkan kita
Embun…jadilah anak yang berguna bagi Agama, Nusa dan Bangsamu..
Terutama untukku nak..Emakk mu
Selamat hari jadimu..
Jadilah pribadi yang punya nurani
seperti Embun dipagi hari
Bulirnya lembut, dingin menyejukan hati
Menusuk sampai ke sanubari..
Embunku adalah harapanku..
            Tetes demi tetes airmata jatuh membasahi surat yang dibuat Emak untukku. Aku ingin hari ini cepat pulang ingin kupeluk Emak dan menangis dipangkuannya sejadi jadinya.
Satu-satu kulihat anak-anak kelas lain mulai berdatangan.
Segera aku masukan kado dan tasku kekolong meja dan..hahhhh apalagi ini? Tanganku tiba tiba memegang bungkusan dikolong meja. Meski agak takut aku segera mengambilnya. Sebuah kado lagi! Agak empuk saat kupegang-pegang. Rasa ingin tahu memaksaku membuka bungkusan itu.
 “Ohh sweeeeettttt…”
Ada sebuah boneka Hello Kity warna pink bertuliskan I LOVE U didadanya. Selembar kertas kecil menempel disana.
’’Buat Embunku..selamat ulang tahun ke 17..i love u nyunnyun..’’ (Faiz)
“Aku hanya punya airmata untuk membalasnya. Andai saja Faiz ada disini.” Kataku dalam hati.
            Tengah asik membuka dan membaca kado itu, tiba-tiba Faiz masuk kelas tersenyum padaku.
”Terima kasih’’ Ucapku singkat dan langsung menunduk.
Saat akhirnya kelas ramai oleh semua murid, dan ulangan pun dimulai….teng. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar